JENIS-JENIS MIKROFOSIL
(Berdasarkan komposisi dinding cangkang)
1. Calcareous mikrofosil: Yaitu Mikrofosil yang komposisi dinding cangkangnya berasal dari calcium karbonat.
a. Foraminifera
(Berdasarkan komposisi dinding cangkang)
1. Calcareous mikrofosil: Yaitu Mikrofosil yang komposisi dinding cangkangnya berasal dari calcium karbonat.
a. Foraminifera
Foraminifera, Atau
Disingkat Foram, Adalah Grup Besar Protista Amoeboid Dengan Pseudopodia.
Cangkang Atau Kerangka Foraminifera Merupakan Petunjuk Dalam Pencarian Sumber
Daya Minyak, Gas Alam Dan Mineral.
Foraminifera
Merupakan Makhluk Hidup Yang Secara Taksonomi Berada Di Bawah Kingdom
Protista, Filum
Sarcomastigophora, Subfilum Sarcodina, Superkelas Rhizopoda, Kelas
Granuloreticulosea, Dan Ordo Foraminiferida. Foraminifera Berdasarkan Cara
Hidupnya Dibagi Menjadi Dua Kelompok, Yaitu Foraminifera Yang Hidup Di Dasar
Laut (Benthonic Foraminifera)
Dan Foraminifera Yang Hidup Mengambang Mengikuti Arus (Panktonic Foraminifera). Foraminifera Bentonik Pertama Mulai
Hidup Sejak Zaman Kambrium Sampai Saat Ini, Sedangkan Foraminifera Planktonik
Hidup Dari Zaman Jura Sampai Saat Ini. Foraminifera, Sekalipun Merupakan
Protozoa Bersel Satu, Merupakan Suatu Kelompok Organism Yang Sangat Komplek.
Foraminifera Dibagi Menjadi 12 Subordo Oleh Loeblich Dan Tappan (1984) Dan
Lebih Dari 60,000 Spesies Telah Terindentifikasi Hidup Selama Fanerozoikum (Phanerozoic, Dari Kira-Kira 542 Juta Tahun Yang Lalu
Sampai Sekarang).
Ekologi Foraminifera :




Foraminifera Bentonik
Sebagai Indikator Lingkungan Pengendapan
Sebagai Indikator Lingkungan Pengendapan
- Foraminifera gampingan yang berbentuk cakram dan berukuran relatif besar (foram besar), menunjukkan laut dangkal, dekat pantai dan beriklim tropis sampai subtropis. contoh: famili camerinidae, peneroplinidae, alveolinidae, amphisteginidae, calcarinidae, dan planorbulinidae. famili yang sudah punah & diduga hidup dalam kondisi yang sama adalah orbitoididae, discocyciclinidae, dan miogypsinidae.
- Assemblage (Kumpulan) yang sama dgn di atas tetapi ditambah dengan bentuk foram sesil carpentaria, serta rupertia dan cupularia dari bryozoa dan sedikit foram plangtonik menunjukkan lingkungan terumbu.
- Kumpulan fosil yang hampir semuanya terdiri dari bentuk-bentuk arenaceous seperti hormosina, cyclammina, haplophragmoides, trochammina, gaudryna dan verneullina, seringkali dihubungkan dengan lingkungan turbidit, pengendapan pada mulut suatu delta yang besar, serta pengendapan kembali suatu longsoran lempung.
Foraminifera Plangtonik
Sebagai Indikator Lingkungan
Sebagai Indikator Lingkungan
- Golongan Plangton Banyak Hidup Pada Kedalaman 30 Meter Di Bawah Permukaan Laut. Jarang Yang Hidup Pada Kedalaman Di Bawah 100 Meter Dan Hanya Beberapa Saja Yang Dapat Hidup Di Bawah 200 Meter Seperti Globorotalia Menardii Yang Berdinding Tebal Dan Sphaeroidinella Dehiscens Yang Dapat Hidup Pada Kedalaman Sekitar 300 Meter.
- Rasio Plangtonik Dan Bentonik Dapat Menunjukkan Kedalaman Tertentu:
Environment
Depth In Meters
% Pelagic/Benthic Ratio
Inner
Shelf
0-20
Meter
0-20%
Middle
Shelf
20-100
Meter
20-50%
Outer
Shelf
100-200
Meter
20-50%
Upper
Slope
200-500 Meter
30-50%
Lower
Slope
500-2000
Meter
50-100%
Foraminifera Plangtonik
Sebagai Indikator Suhu Purba
Sebagai Indikator Suhu Purba
• Murray (1897) membuat tabel dari spesies-spesies foram plangton yang
hidup di air panas dan dingin:
-
Tropical: Globigerinoides sacculifer (Brady),
Globorotalia cultrata (d’Orbigny), Globorotalia tumida (Brady), Pulleniatina
obliqueloculata (Parker & Jones), Sphaeroidinella dehiscens (Parker &
Jones).
-
Temperate:
Globorotalia hirsuta (d’Orbigny), Globorotalia inflata (d’Orbigny),
Globorotalia truncatulinoides
(d’Orbigny).
-
Subartic:
Globigerina bulloides d’Orbigny, Globigerina pachyderma (Ehrenberg),
Globigerina quinqueloba Natland.
-
Arctic (Anarctic):
Globigerina pachyderma (Ehrenberg).
Contoh
Foraminifera Bentonik Kecil

Distribusi Foram Plangtonik Pada Kolom
Air

TREND DARI FORAM
PLANGTONIK
- Berhubungan dengan latitude
- Zona batimetri
- Berhubungan dengan arus
- Kontrol salinitas
- Nutrisi
- Evolusi phylogeny dan modifikasi dari adaptasi dalam skala waktu geologi
JENIS-JENIS FORAM PLANGTONIK BERDASARKAN
LATITUDE

Zona Foraminifera Plangtonik


b. Calcareous
alga
adalah alga yang menyimpan atau
mengendapkan kalsium karbonat di dalam jaringannya
biologi dari calcareous alga
1. AQUATIK
2. AUTOTROPHIC
3. TUMBUHAN NONVASCULAR
4. THALLUS
5. CHLOROPHYLL
Jika alga mati, dia akan meninggalkan fosil “skeleton” yang sebenarnya bukanlah skeleton sesungguhnya, tetapi endapan kalsium karbonat yang terbentuk seperti skeleton. Skeleton-skeleton inilah yang nantinya akan membentuk sedimen pada tropikal lagoon dan reef
Ostracoda, Pteropoda, Bryozoa
biologi dari calcareous alga
1. AQUATIK
2. AUTOTROPHIC
3. TUMBUHAN NONVASCULAR
4. THALLUS
5. CHLOROPHYLL
Jika alga mati, dia akan meninggalkan fosil “skeleton” yang sebenarnya bukanlah skeleton sesungguhnya, tetapi endapan kalsium karbonat yang terbentuk seperti skeleton. Skeleton-skeleton inilah yang nantinya akan membentuk sedimen pada tropikal lagoon dan reef
Ostracoda, Pteropoda, Bryozoa
Klasifikasi
a. Phylum Cyanophyta (blue-green algae): Girvanella, Renalcia, Sphaerocodium (Cambrian-Paleogen)
a. Phylum Cyanophyta (blue-green algae): Girvanella, Renalcia, Sphaerocodium (Cambrian-Paleogen)
b. Phylum
Rhodophyta (red algae): Solenopora,
Parachatetes, Archaeolithophyllum, Cunelphycus, Lithothamnium, Lithophyllum, Corallina
(Cambrian-Recent)
c. Phylum Chlorophyta (green algae): Eugonophyllum, Halimeda, Diplopora
(Cambrian-Recent)
d.Phylum Charophyta
Mayoritas calcareous alga adalah Red algae, Red algae dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
Articulate (kiri) dan Crustose (kanan)
Mayoritas calcareous alga adalah Red algae, Red algae dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:
Articulate (kiri) dan Crustose (kanan)

Ekologi dan Paleoekologi Calcareous Alga :

2. Phosphatic
mikrofosil: Yaitu Mikrofosil yang komposisi dinding cangkangnya
berasal dari calcium karbonat.
a. Conodonta
a. Conodonta
Conodont
adalah chordata yang telah
punah dan menyerupai belut. Makhluk ini diklasifikasikan ke dalam kelas Conodonta. Selama bertahun-tahun,
hanya fosil gigi makhluk ini yang ditemukan (dan disebut elemen conodont), hingga akhirnya
suatu hari fosil conodont yang bergigi ditemukan. Hingga kini, informasi
mengenai jaringan lembut conodont masih kurang banyak diketahui. Hewan ini juga
disebut Conodontophora (pembawa
conodont) untuk menghindari ambiguitas.
3. Siliceous mikrofosil: Yaitu Mikrofosil yang komposisi dinding cangkangnya berasal dari silicon
3. Siliceous mikrofosil: Yaitu Mikrofosil yang komposisi dinding cangkangnya berasal dari silicon
a. Radiolaria
Fosil radiolaria dikenal sebagai penunjuk untuk mengenali lingkungan pengendapan laut dalam. Hal tersebut bukan berarti radiolaria hidup di laut dalam, tetapi cangkang radiolaria yang telah mati jatuh sampai ke dasar samudra. Hal ini lantaran cangkang tubuh radiolaria terbuat dari bahan silika (SiO2) yang secara kimiawi tahan terhadap pengaruh kondisi lingkungan laut dalam. Menurut suatu teori, nun jauh di kedalaman laut, terdapat bidang maya yang disebut CCD (Carbonate Compensation Depth). Di bawah kedalaman bidang CCD ini – berada pada kedalaman antara 3000 hingga 4000 m – terjadi laju pelarutan partikel bahan karbonat yang lebih cepat daripada laju pengendapannya. Jadi, para plankton yang cangkang tubuhnya terbuat dari bahan karbonat (kalsit, CaCO3) seperti cangkang foraminifera hancur dan larut begitu melewati CCD. Sedangkan radiolaria yang ‘tulang belulang’nya terbuat dari silika bisa bertahan dan sukses bersemayam di lantai samudra.
Tumpukan cangkang radiolaria akan membentuk sedimen
dan selanjutnya terkompaksi (terpadatkan) menjadi lapisan batuan yang disebut
chert. Bila di dalam sedimen chert masih tersimpan jejak radiolaria, batuannya
disebut ‘radiolarian chert’ atau ‘radiolarite.’ Kita menyebut batuan ini
sebagai ‘rijang’. Rijang juga biasa terbentuk di dekat gunung api bawah laut di
pematang tengah samudra. Lava yang keluar dan bersentuhan langsung dengan air
laut segera membeku berbentuk seperti bantal. Lava bantal ini sering
berdampingan dan menjari jemari dengan rijang seperti yang dapat dijumpai di
Karangsambung, Jawa Tengah.
Radiolaria adalah binatang plankton yang hidup di lautan. Plankton
adalah mahluk renik, bisa binatang, bisa juga tumbuhan, yang hidup di air.
Radiolaria adalah plankton yang disebut immotile atau tidak bisa bergerak
sendiri, mereka berpindah kesana-kemari tergantung arus air yang membawany
Dari Lantai
Samudra Sampai ke Daratan
Menurut
teori tektonik lempeng, lempeng benua dan lempeng samudra adalah kulit-kulit
Bumi yang tidak diam, melainkan bersifat mobile, saling bergerak relatif satu
terhadap yang lain. Kecepatana rata-rata gerak lempeng itu adalah 10 cm per
tahun. Sedangkan penggeraknya adalah aktivitas magma di perut Bumi. Lempeng
samudra berperan layaknya ban berjalan (conveyor belt) yang membawa rijang di
atasnya dan bergerak menuju benua. Di perjalanan,
biasanya ada penumpang baru: partikel yang membentuk
lapisan batulumpur (mudstone).
Kehadiran batulumpur di atas lapisan rijang sebagai
pertanda sesaat lagi mereka akan sampai di tepi benua. Di atas batulumpur
biasanya hinggap lapisan batupasir yang bahan-bahannya berasal dari tepi benua.
Sayangnya, pada pertemuan lempeng samudra dan lempeng benua yang sudah lama
ditunggu ini sedikit terjadi kekacauan akibat hadirnya dua kelompok batuan,
yaitu batuan dari lempeng samudra dan lempeng benua yang saling mendorong dan
berebut untuk saling ‘bersalamsalaman’. Terjadilah campur-aduk berbagai macam
batuan sehingga terbentuk batuan bancuh (mélange) yang membingungkan kita,
batuan mana berasal dari mana dan dari zaman yang mana. Untunglah radiolaria
membawa catatan yang bisa membantu merunut asal muasal batuan campur-aduk atau
bancuh itu.
Batuan pembawa radiolaria seperti rijang, batuserpih
dan batulumpur di dalam batuan bancuh bisa terpencar dan terpisah-pisah hingga
belasan kilometer. Mula-mula peneliti radiolaria mengumpulkan contoh batuan
yang berserakan itu. Dengan teknik ekstraksi di laboratorium fosil radiolaria
pada batuan didata, dikenali dan diketahui umurnya.
Untuk mengamatinya, paling baik dilakukan dengan
menggunakan alat pembesar citra, SEM (Scanning Electron Microscope). Bila sudah
diketahui masingmasing ‘identitas’ batuan berdasar ciri radiolaria itu,
peneliti kemudian merekonstruksi susunan awal berbagai batuan yang membentuk
batuan bancuh itu sampai kepada penafsiran mekanisme tektonik dan asal-muasal para
batuan yang menyusunnya. Pekerjaan ini mirip dengan menyusun keping-keping
gambar pada permainan ‘Jigsaw Puzzle’.
b. Diatom
Diatoms (filum Heterokontophyta kelas Bacillariophyta) adalah mikroorganisme uniseluler fotosintetik alga dengan bentuk yang sangat bervariasi, hidup di perairan dan diketahui dapat hidup di berbagai kondisi yang berbeda, terdapat di perairan air tawar maupun perairan laut tetapi kedunya memiliki perbedaan yang jelas Diketahui sekitar setengah dari 12000 spesies diatom yang diketahui hidup di lautan. Sebagian besar adalah plangtonik, tapi beberapa menciptakan struktur seperti benang filement untuk perlekatan pada, batu, jaring, pelampung dan bagian permukaan lainya. Lapisan coklat kadang - kadang telihat kaca aquarium yang merupakan koloni dari diatoms adan biasanya terdiri dari ribuan sel.
Beberapa spesies dari diatoms dapat bergerak lambat di permukaan dan yang lainnya tidak, cara bergerak diatom sangat unik bila dibandingkan dengan mikroorganisme lainnya, dari dalam menuju keluar kerangkanya diatom mensekresikan air yang memungkinkanya meluncur din atas batu ataupun pasir. semua jenis diatom adalah mikroorganisme fotosintetik yang memiliki pigmen kuning (carotenoid) dan hijau (klorofil a dan b) yang mampu menghasilkan produk fotosintetik yang sangat besar yaitu 20 – 25 % dari total produk fotosintetik yang dihasilkan di bumi. Oleh sebab itu diatom memerankan fungsi penting dalam rantai fofosintetik di bumi. Tetapi beberapa spesies dari diatoms tidak memiliki pigmen warna dan hidup di permukaan melekat pada substrat seperti rumput laut dan batu sebagai heterotrop.
Fructule membiarkan cahaya masuk membuat pigmen klorofil mampu menangkap energy cahaya untuk melakukan fotosintesis. Pori pori yang ada pada struktur tubuh diatoms memungkinkanya untuk dapat melakukan pertukaran gas dan nutrisi masuk dan keluar dari tubuhnya.
Diatoms memiliki ukuran 10 – 20 micronmeter hingga beberapa millimeter. Diatom dikalasifikasikan kedalam 2 kelas yang di bedakan berdasakan struktur dan evolusinya , yaitu :
- Centrics yaitu diatom yang memiliki bentuk simetri radial : Diatom tipe sirkular berbentuk bulat, tersusun simetris radial, dan merupakan tipe yang lebih primitive dibanding tipe pinnate,contohnya adalah Melosira sp, Thallassioria sp, Coscinodiscus,dll.
- Pennates adalah diatom yang memiliki bentuk simetri lateral memiliki bentuk memanjang simetris bilateral, tersusun atas raphe (ruas) dan sebagian memiliki raphe yang semu disebut pseudoraphe, contohnya, Pinnularia sp, Navicula sp, Grammatophora sp
Ada beberapa hal menarik dari diatom ini, yaitu dinding sel diatom sebagian
besar tersusun dari silica (SiO2) berupa material seperti kaca. Cangkang kaca
ini atau disebut dengan fructule tebuat dari dua buah cangkang atas dan bawah
yang saling menyatu dengan yang lain, salah satu bagian terpasang pada bagian
yang satunya. Biasanya berbentuk flat, bundar atau memanjang. Fructule memiliki
hiasan khusus berupa pori pori dan ornament yaitu pola yang mendetail, pola
yang bermacam – macam berguna untuk menidentifikasi berbagai jenis dari
diatoms, selain itu pola pola yang ada pada cangkangnya membuat diatom terlihat
sangat indah dibawah mikroskop.
Diatom dapat di gambarkan seperti petridisk yang terdiri dari dua bagian, bagian atas di sebut dengan epiteca dan bagian bawah di sebut hipoteka dan diantara kedua struktur tersebut terdapat celah yang sebut rafe.
Habitat dari diatom adalah hampir di semua jenis perairan, mulai dari perairan laut dan air tawar, selain itu diatom dapat di temukan dalam semua jenis kondisi air, dari mulai yang tercemar hingga air yang paling bersih. Dalam suatu perairan diatom akan hidup dan terus memperbanyak diri, dengan keragaman jenisnya, Jika kondisi lingkungan di perairan terserbut berubah spesies yang tidak tahan terhadapa perubahan lingkungan akan hilang, dan akan muncul spesies baru yang akan mengisi lingkungan terserbut, dan kualitas air dapat dijadikan inidator terhadap keberagaman diatom di lingkungan tersebut. Kualitas air yang semakin baik maka keragaman spesies yang ada di lingkungan tersebut tinggi, dan sebaliknya dengan kualitas air yang tidak baik atau tercemar polutan maka keragaman diatom akan rendah, itu lah mengapa dalam beberapa tulisan diatom disebut sebagai indikator perairan bersih. Selain itu ada beberapa factor internal yang dapat mempengaruhi jumlah diatom di perairan Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat diatom yang dikandung pada sebuah perairan diantaranya faktor fisik seperti cahaya, temperatur, kekeruhan, dan lainnya. Sedangkan faktor kimia yang berpengaruh antara lain kadar oksigen, karbon dioksida, pH, dan adanya unsur hara.
Diatom dapat di gambarkan seperti petridisk yang terdiri dari dua bagian, bagian atas di sebut dengan epiteca dan bagian bawah di sebut hipoteka dan diantara kedua struktur tersebut terdapat celah yang sebut rafe.
Habitat dari diatom adalah hampir di semua jenis perairan, mulai dari perairan laut dan air tawar, selain itu diatom dapat di temukan dalam semua jenis kondisi air, dari mulai yang tercemar hingga air yang paling bersih. Dalam suatu perairan diatom akan hidup dan terus memperbanyak diri, dengan keragaman jenisnya, Jika kondisi lingkungan di perairan terserbut berubah spesies yang tidak tahan terhadapa perubahan lingkungan akan hilang, dan akan muncul spesies baru yang akan mengisi lingkungan terserbut, dan kualitas air dapat dijadikan inidator terhadap keberagaman diatom di lingkungan tersebut. Kualitas air yang semakin baik maka keragaman spesies yang ada di lingkungan tersebut tinggi, dan sebaliknya dengan kualitas air yang tidak baik atau tercemar polutan maka keragaman diatom akan rendah, itu lah mengapa dalam beberapa tulisan diatom disebut sebagai indikator perairan bersih. Selain itu ada beberapa factor internal yang dapat mempengaruhi jumlah diatom di perairan Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat diatom yang dikandung pada sebuah perairan diantaranya faktor fisik seperti cahaya, temperatur, kekeruhan, dan lainnya. Sedangkan faktor kimia yang berpengaruh antara lain kadar oksigen, karbon dioksida, pH, dan adanya unsur hara.

Gambar 1 :
proses pembelahan diatom (reproduksi aseksual )
Diatom bereproduksi dengan cara seksual dan aseksual tetapi Sebagian besar diatom bereproduksi dengan membelah diri, yaitu reprosuksi secara aseksual. Fructule melakukan pembelahan, kedua bagian epiteca dan hipoteca memisahkan diri, dan setiap bagian yang memisah akan mensekresikan begian baru dengan ukuran yang lebih kecil, bagian hipoteka yang sebelumnya merupakan bagian yang lebih kecil juga akan mensekresikan bagian sel baru yang ukuranya akan lebih kecil dan bagian hipoteka tersebut menjadi sel induk. Setiap melakukan peroses pembelahan terus menerus diatom akan mencapai limit dimana ukuran dari fructule menjadi ukuran terkecil saat itulah maka diatom akan melakukan mekanisme merubah ukuran dari ukuran yang kecil menjadi ukuran normal. Mekanisme nya adalah diatom akan membentuk struktur yang di sebut auxospore, dengan spora ini bagian bagian sel baru akan di hasilkan dan akan mengubah ukuran menjadi ukuran normal spesies ini, mekanisme ini adalah mekanisme secara seksual.
Diatom bereproduksi dengan cara seksual dan aseksual tetapi Sebagian besar diatom bereproduksi dengan membelah diri, yaitu reprosuksi secara aseksual. Fructule melakukan pembelahan, kedua bagian epiteca dan hipoteca memisahkan diri, dan setiap bagian yang memisah akan mensekresikan begian baru dengan ukuran yang lebih kecil, bagian hipoteka yang sebelumnya merupakan bagian yang lebih kecil juga akan mensekresikan bagian sel baru yang ukuranya akan lebih kecil dan bagian hipoteka tersebut menjadi sel induk. Setiap melakukan peroses pembelahan terus menerus diatom akan mencapai limit dimana ukuran dari fructule menjadi ukuran terkecil saat itulah maka diatom akan melakukan mekanisme merubah ukuran dari ukuran yang kecil menjadi ukuran normal. Mekanisme nya adalah diatom akan membentuk struktur yang di sebut auxospore, dengan spora ini bagian bagian sel baru akan di hasilkan dan akan mengubah ukuran menjadi ukuran normal spesies ini, mekanisme ini adalah mekanisme secara seksual.
Gambar 2 :
proses reproduksi secara seksual (pembentukan auxospore)
Bagaimanakah diatom mempengaruhi sistem di bumi kita? Alga diatom dan organime fitoplangton lainya memiliki kemamuan khusun untuk mengubah energy cahaya dan nutrient yang ada di lautan menjadi makanan melalui proses fotosintesis. Seperti yang kita ketahui sebelumnya, cahaya matahari merupakan sumber energy yang paling penting dalam kehidupan, tidak hanya didaratan tetapi juga di lautan. oleh karena itu hanya organisme fotosintetik yang mampu menagkap energy cahaya dan menjadi produsen utama di piramida energy. Semua organism yang ada di tingkatan tropic di atas prosdusen harus memakan organism lain untuk mendapatkan energy. Seperti tumbuhan, diatom dapat melakukan fotosintesis dengan memakai energy cahaya matahari dan memberikan sumbangan energy ke ekosistem yang menjadi makanan bagi organism lainya. Diatom sendiri merupakan makanan bagi palangton ukuran kecil.
Diatom adalah organisme mikroskopik penghasil makanan yang dapat mengubah karbon dioksida (CO2), nitrogen dan posfor menjadi oksigen terlarut dan bahan makanan untuk keberlangsungan dan kesinambungan ekosistem. Diatom ini memainkan peran yang sangat penting dalam konversi nutrient dalam air dan pengaturan dari keseluruhan ekosistem. diatom adalah mesin fotosintesis yang efisien, memproduksi bahan organik unutk makanan yang cukup untuk digunakan oleh dirinya sendiri maupun organisme lainya serta oksigen terlarut untuk di gunakan oleh semua bentuk kehidupan perairan. Organisme ini merupakan produsen primer perairan terbuka yang sangat penting, mulai dari hangat, perairan sedang, dan daerah kutub.
Faktanya milyaran sel diatom di lautan sebagai produser sejumlah besar organik dan oksigen di planet bumi.
Seperti mikroorganisme palngtonik lainnya pada saat kondisi dilingkungan mencapai kondisi optimum seperti tersedianya nutrient dan temperatur dan factor - factor lainnya yang mempengaruhi pertumbuhan diatom, dimana diatom akan melakukan pertumbuhan secara cepat dan perkembang biakan terjadi melebihi batas normal seluruh permukaan lautan akan tertutup oleh populasi diatom maka fenomena ini disebut blooming atau dalam bahasi Indonesia adalah ledakan populasi.
Ini adalah fenomena umum yang biasa terjadi pada alga lainya. Saat terjadi ledakan populasi, sebagian besar diatoms akan berukuran semakin kecil, karena diatom terus menerus melakuakn pembelahan. Dalam satu tetes air akan mengandung jutaan sel.
Pada saat diatom mati, fructule yang berasal dari diatoms yang mati akhirnya akan mengendap di dasar laut. Maka akan terbentuk lapisan tebal dari material silica yang menutupi bagian besar dari dasar laut. Seperti sedimen yang diketahui sebagai diatomaceous ooze, fosil berukuran besar yang berasal dari sedimen diatom dapat di temukan di inlandia dan di beberapa tempat di dunia. Material silica atau diatomaceous earth dapat di tambang dan dapat di pergunakan seperti menjadi filter di kolam renang, untuk menyaring bir, peredam suara atau berfungsi sebagai ampelas halus
Di beberapa daerah di California amerika serikat terdapat tambang diatomic earth atau endapan diatom yang menumpuk selama jutaan tahun yang kemudian di tambang dan di gunakan untuk berbagai keperluan.
Bagaimanakah diatom mempengaruhi sistem di bumi kita? Alga diatom dan organime fitoplangton lainya memiliki kemamuan khusun untuk mengubah energy cahaya dan nutrient yang ada di lautan menjadi makanan melalui proses fotosintesis. Seperti yang kita ketahui sebelumnya, cahaya matahari merupakan sumber energy yang paling penting dalam kehidupan, tidak hanya didaratan tetapi juga di lautan. oleh karena itu hanya organisme fotosintetik yang mampu menagkap energy cahaya dan menjadi produsen utama di piramida energy. Semua organism yang ada di tingkatan tropic di atas prosdusen harus memakan organism lain untuk mendapatkan energy. Seperti tumbuhan, diatom dapat melakukan fotosintesis dengan memakai energy cahaya matahari dan memberikan sumbangan energy ke ekosistem yang menjadi makanan bagi organism lainya. Diatom sendiri merupakan makanan bagi palangton ukuran kecil.
Diatom adalah organisme mikroskopik penghasil makanan yang dapat mengubah karbon dioksida (CO2), nitrogen dan posfor menjadi oksigen terlarut dan bahan makanan untuk keberlangsungan dan kesinambungan ekosistem. Diatom ini memainkan peran yang sangat penting dalam konversi nutrient dalam air dan pengaturan dari keseluruhan ekosistem. diatom adalah mesin fotosintesis yang efisien, memproduksi bahan organik unutk makanan yang cukup untuk digunakan oleh dirinya sendiri maupun organisme lainya serta oksigen terlarut untuk di gunakan oleh semua bentuk kehidupan perairan. Organisme ini merupakan produsen primer perairan terbuka yang sangat penting, mulai dari hangat, perairan sedang, dan daerah kutub.
Faktanya milyaran sel diatom di lautan sebagai produser sejumlah besar organik dan oksigen di planet bumi.
Seperti mikroorganisme palngtonik lainnya pada saat kondisi dilingkungan mencapai kondisi optimum seperti tersedianya nutrient dan temperatur dan factor - factor lainnya yang mempengaruhi pertumbuhan diatom, dimana diatom akan melakukan pertumbuhan secara cepat dan perkembang biakan terjadi melebihi batas normal seluruh permukaan lautan akan tertutup oleh populasi diatom maka fenomena ini disebut blooming atau dalam bahasi Indonesia adalah ledakan populasi.
Ini adalah fenomena umum yang biasa terjadi pada alga lainya. Saat terjadi ledakan populasi, sebagian besar diatoms akan berukuran semakin kecil, karena diatom terus menerus melakuakn pembelahan. Dalam satu tetes air akan mengandung jutaan sel.
Pada saat diatom mati, fructule yang berasal dari diatoms yang mati akhirnya akan mengendap di dasar laut. Maka akan terbentuk lapisan tebal dari material silica yang menutupi bagian besar dari dasar laut. Seperti sedimen yang diketahui sebagai diatomaceous ooze, fosil berukuran besar yang berasal dari sedimen diatom dapat di temukan di inlandia dan di beberapa tempat di dunia. Material silica atau diatomaceous earth dapat di tambang dan dapat di pergunakan seperti menjadi filter di kolam renang, untuk menyaring bir, peredam suara atau berfungsi sebagai ampelas halus
Di beberapa daerah di California amerika serikat terdapat tambang diatomic earth atau endapan diatom yang menumpuk selama jutaan tahun yang kemudian di tambang dan di gunakan untuk berbagai keperluan.
Gambar 3 :
tambang fosil diatom di california
c. Silicoflagelata & Ebridians
4. Organic-walled mikrofosil: Yaitu Mikrofosil yang komposisi dinding cangkangnya berasal dari bahan organic.
a. Dinoflagelata
Contoh dari
dinoflagellata antara lain Noctiluca miliaris dan Gymnodinium breve.
Gymnodinium breve memiliki bentuk mirip seperti kunci gembok. Gambar 4.2
Euglena viridis (Sumber: Nahle, 2007)
Tubuhnya
organisme ini dikelilingi oleh selulosa. Noctiluca miliaris kebanyakan
hidup di air laut. Noctiluca miliaris dapat memancarkan sinar
(bioluminense) apabila tubuhnya terkena rangsangan mekanik (Irfani, 2011).
Karakteristik dari dinoflagelata,
hanya sekitar setengah dari spesies dinoflagelata yang mengandung pigmen yang
dapat berfotosintesis, sementara yang lain adalah hetertotrop. Hanya
dinoflagelata yang mampu untuk fotosintesis yang dibahas disini. Adanya dua
pola pigmentasi adalah hal yang umum terjadi pada dinoflagelata. Banyak
dinoflagelata yang mcmiliki klorofil A dan C2 dan peridinin, sementara yang
lain memiliki klorofil A, Ci dan C2 dan fucoxanthin. Keberadaan pigmen yang ada
pada sedikit dinoflagelated yang lain akan dibicarakan kemudian. Karbohidrat
disimpan scbagai zat tepung, tetapi keberadaan lemak mungkin lebih penting
sebagai cadangan. Sel dari dinofelgelatri tidak dilingkupi olch dinding tetapi
memiliki sebuah theca sebagai pokok membran sel, yang mana terdiri dari piling
yang tenuri dari selulosa. Nukleus dan koroplast memiliki sifat yang tidak
biasa.
Kebanyakan dinoflagelata adalah sel
biflagelata solitary. Dua tipe dasar teteh dapat dibedakan. Desmokontt memilild
dua anterior flagelata ; satu flagellum mungkin melingkari diatas permukaan sel
Dinokont memiliki segala insert yang lateral; satu flagelum adalah seperti pita
dan melingkari sel pada sebuah lekukan dan flagellum yang lain berkembang
terbaik. Tipe sel dinikont dibagi oleh lekukan ekuatorial atau korset kedalam
epiconc dan hypocone. Flagellum posterior berkembang sampai ke tempat penurunan
yang disebut sulcus. Nama dinoflagelata berasal dari gerakan berputar dari sel
swimming. Meskipun kcbunyakan dinoflagelata adalah flagelata uniselular, koloni
dari sel flagelata, sel non-flagelata, pengumpulan palmelloid, dan filamen
adalah diketahui. Sel vegetatif non flagelata menunjukkan reproduktif membentuk
dinokont.
b. Chitinozoa
c. Spora & Polen
Spora dan pollen memiliki lingkungan
pengendapan yang berbeda dengan mikrofosil yang lain. Misalnya saja,
foraminifera bentonik atau planktonik biasa terendapkan di lingkungan shelf,
batial, abisal dan transisi (jumlahnya relatif sedikit). Yang paling dominan
menjadi penciri lingkungan pengendapan terutama adalah foraminifera bentonik
karena hidupnya yang menambat di bawah permukaan air, sedangkan foraminifera
planktonik hidupnya mengambang atau melayang di perairan sehingga sulit untuk menjadi
penciri lingkungan pengendapan, lebih cocok menjadi penentu umur kapan sedimen
diendapkan. Sedangkan hubungan antara perbandingan jumlah foraminifera
planktonik dan bentonik adalah, semakin besar nilai perbandingan foraminifera
planktonik berbanding bentonik maka lingkungan pengendapannya akan semakin
dalam (marine yang lebih dalam). Jumlah kehidupan foraminifera di laut atau
marine sangat dipengaruhi oleh intensitas sinar matahari yang masuk, okesigen
maupun kandungan nutrisi di laut.
Selanjutnya nannoplankton biasanya
terendapkan di lingkungan marine dimana dia hidup tidak menambat dengan
ukurannya yang sangat kecil. Radiolaria biasa terendapkan di lingkungan batial
hingga abisal dan hidup menambatkan diri di bawah permukaan air. Kemudian
diatomea yang berasal dari tanaman diatomea banyak terendapkan di lingkungan transisi
hingga marine. Spora dan pollen sendiri merupakan mikrofosil penciri lingkungan
darat hingga transisi. Fosil spora dan pollen, yang pada umumnya terendapkan
pada sedimen berbutir halus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar