Minggu, 10 April 2016

jenis - jenis mikrofosil



JENIS-JENIS MIKROFOSIL
(Berdasarkan komposisi dinding cangkang)

1. Calcareous mikrofosil: Yaitu Mikrofosil yang komposisi dinding cangkangnya berasal dari calcium karbonat.
a. Foraminifera
Foraminifera, Atau Disingkat Foram, Adalah Grup Besar Protista Amoeboid Dengan Pseudopodia. Cangkang Atau Kerangka Foraminifera Merupakan Petunjuk Dalam Pencarian Sumber Daya Minyak, Gas Alam Dan Mineral.

 Foraminifera Merupakan Makhluk Hidup Yang Secara Taksonomi Berada Di Bawah Kingdom Protista, Filum Sarcomastigophora, Subfilum Sarcodina, Superkelas Rhizopoda, Kelas Granuloreticulosea, Dan Ordo Foraminiferida. Foraminifera Berdasarkan Cara Hidupnya Dibagi Menjadi Dua Kelompok, Yaitu Foraminifera Yang Hidup Di Dasar Laut (Benthonic Foraminifera) Dan Foraminifera Yang Hidup Mengambang Mengikuti Arus (Panktonic Foraminifera). Foraminifera Bentonik Pertama Mulai Hidup Sejak Zaman Kambrium Sampai Saat Ini, Sedangkan Foraminifera Planktonik Hidup Dari Zaman Jura Sampai Saat Ini. Foraminifera, Sekalipun Merupakan Protozoa Bersel Satu, Merupakan Suatu Kelompok Organism Yang Sangat Komplek. Foraminifera Dibagi Menjadi 12 Subordo Oleh Loeblich Dan Tappan (1984) Dan Lebih Dari 60,000 Spesies Telah Terindentifikasi Hidup Selama Fanerozoikum (Phanerozoic, Dari Kira-Kira 542 Juta Tahun Yang Lalu Sampai Sekarang).
Ekologi Foraminifera :
*      Salinitas, Substrat, Temperatur, Kedalaman, Nutrisi, Ph, Organic Content, Turbiditas, Oksigen, Iluminasi, Kalsium Karbonat, Arus dan Gelombang, Faktor Ekologi Lain.
*     
*     
Foraminifera Bentonik
Sebagai Indikator Lingkungan Pengendapan
  1. Foraminifera gampingan yang berbentuk cakram dan berukuran relatif besar (foram besar), menunjukkan laut dangkal, dekat pantai dan beriklim tropis sampai subtropis. contoh: famili camerinidae, peneroplinidae, alveolinidae, amphisteginidae, calcarinidae, dan planorbulinidae.  famili yang sudah punah & diduga hidup dalam kondisi yang sama adalah orbitoididae, discocyciclinidae, dan miogypsinidae.
  2. Assemblage (Kumpulan) yang sama dgn di atas tetapi ditambah dengan bentuk foram sesil carpentaria, serta rupertia dan cupularia dari bryozoa dan sedikit foram plangtonik menunjukkan lingkungan terumbu.
  3. Kumpulan fosil yang hampir semuanya terdiri dari bentuk-bentuk arenaceous seperti hormosina, cyclammina, haplophragmoides, trochammina, gaudryna dan verneullina, seringkali dihubungkan dengan lingkungan turbidit, pengendapan pada mulut suatu delta yang besar, serta pengendapan kembali suatu longsoran lempung.
Foraminifera Plangtonik
Sebagai Indikator Lingkungan
  1. Golongan Plangton Banyak Hidup Pada Kedalaman 30 Meter Di Bawah Permukaan Laut.  Jarang Yang Hidup Pada Kedalaman Di Bawah 100 Meter Dan Hanya Beberapa Saja Yang Dapat Hidup Di Bawah 200 Meter Seperti Globorotalia Menardii Yang Berdinding Tebal Dan Sphaeroidinella Dehiscens Yang Dapat Hidup Pada Kedalaman Sekitar 300 Meter.
  2. Rasio Plangtonik Dan Bentonik Dapat Menunjukkan Kedalaman Tertentu:
            Environment               Depth In Meters                      % Pelagic/Benthic Ratio
            Inner Shelf                   0-20     Meter                                      0-20%
            Middle Shelf                20-100             Meter                          20-50%
            Outer Shelf                  100-200           Meter                          20-50%
            Upper Slope                200-500           Meter                          30-50%
            Lower Slope                500-2000         Meter                          50-100%

Foraminifera Plangtonik
Sebagai Indikator Suhu Purba
         Murray (1897) membuat tabel dari spesies-spesies foram plangton yang hidup di air panas dan dingin:
-          Tropical: Globigerinoides sacculifer (Brady), Globorotalia cultrata (d’Orbigny), Globorotalia tumida (Brady), Pulleniatina obliqueloculata (Parker & Jones), Sphaeroidinella dehiscens (Parker & Jones).
-          Temperate:
Globorotalia hirsuta (d’Orbigny), Globorotalia inflata (d’Orbigny), Globorotalia  truncatulinoides (d’Orbigny).
-          Subartic:
Globigerina bulloides d’Orbigny, Globigerina pachyderma (Ehrenberg), Globigerina quinqueloba Natland.
-          Arctic (Anarctic):
            Globigerina pachyderma (Ehrenberg).

Contoh Foraminifera Bentonik Kecil
 Distribusi Foram Plangtonik Pada Kolom Air


TREND DARI FORAM PLANGTONIK
  1. Berhubungan dengan latitude
  2. Zona batimetri
  3. Berhubungan dengan arus
  4. Kontrol salinitas
  5. Nutrisi
  6. Evolusi phylogeny dan modifikasi dari adaptasi dalam skala waktu geologi
JENIS-JENIS FORAM PLANGTONIK BERDASARKAN LATITUDE


Zona Foraminifera Plangtonik

b. Calcareous alga
adalah alga yang menyimpan atau mengendapkan kalsium karbonat di dalam jaringannya
biologi dari calcareous alga
1. AQUATIK
2. AUTOTROPHIC
3. TUMBUHAN NONVASCULAR
4. THALLUS
5. CHLOROPHYLL
Jika alga mati, dia akan meninggalkan fosil “skeleton” yang sebenarnya bukanlah skeleton sesungguhnya, tetapi endapan kalsium karbonat yang terbentuk seperti skeleton. Skeleton-skeleton inilah yang nantinya akan membentuk sedimen pada tropikal lagoon dan reef

Ostracoda, Pteropoda, Bryozoa

Klasifikasi
a. Phylum Cyanophyta (blue-green algae): Girvanella, Renalcia, Sphaerocodium (Cambrian-Paleogen)
b. Phylum Rhodophyta (red algae): Solenopora, Parachatetes, Archaeolithophyllum, Cunelphycus, Lithothamnium, Lithophyllum, Corallina (Cambrian-Recent)
c. Phylum Chlorophyta (green algae): Eugonophyllum, Halimeda, Diplopora (Cambrian-Recent)
d.Phylum Charophyta

Mayoritas calcareous alga adalah Red algae, Red algae dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu:

Articulate (kiri) dan Crustose (kanan)




Ekologi dan Paleoekologi Calcareous Alga
:



2. Phosphatic mikrofosil: Yaitu Mikrofosil yang komposisi dinding cangkangnya berasal dari calcium karbonat.
a. Conodonta
Conodont adalah chordata yang telah punah dan menyerupai belut. Makhluk ini diklasifikasikan ke dalam kelas Conodonta. Selama bertahun-tahun, hanya fosil gigi makhluk ini yang ditemukan (dan disebut elemen conodont), hingga akhirnya suatu hari fosil conodont yang bergigi ditemukan. Hingga kini, informasi mengenai jaringan lembut conodont masih kurang banyak diketahui. Hewan ini juga disebut Conodontophora (pembawa conodont) untuk menghindari ambiguitas.

3. Siliceous mikrofosil: Yaitu Mikrofosil yang komposisi dinding cangkangnya berasal dari silicon

a. Radiolaria

             Fosil radiolaria dikenal sebagai penunjuk untuk mengenali lingkungan pengendapan laut dalam. Hal tersebut bukan berarti radiolaria hidup di laut dalam, tetapi cangkang radiolaria yang telah mati jatuh sampai ke dasar samudra. Hal ini lantaran cangkang tubuh radiolaria terbuat dari bahan silika (SiO2) yang secara kimiawi tahan terhadap pengaruh kondisi lingkungan laut dalam. Menurut suatu teori, nun jauh di kedalaman laut, terdapat bidang maya yang disebut CCD (Carbonate Compensation Depth). Di bawah kedalaman bidang CCD ini – berada pada kedalaman antara 3000 hingga 4000 m – terjadi laju pelarutan partikel bahan karbonat yang lebih cepat daripada laju pengendapannya. Jadi, para plankton yang cangkang tubuhnya terbuat dari bahan karbonat (kalsit, CaCO3) seperti cangkang foraminifera hancur dan larut begitu melewati CCD. Sedangkan radiolaria yang ‘tulang belulang’nya terbuat dari silika bisa bertahan dan sukses bersemayam di lantai samudra.
Tumpukan cangkang radiolaria akan membentuk sedimen dan selanjutnya terkompaksi (terpadatkan) menjadi lapisan batuan yang disebut chert. Bila di dalam sedimen chert masih tersimpan jejak radiolaria, batuannya disebut ‘radiolarian chert’ atau ‘radiolarite.’ Kita menyebut batuan ini sebagai ‘rijang’. Rijang juga biasa terbentuk di dekat gunung api bawah laut di pematang tengah samudra. Lava yang keluar dan bersentuhan langsung dengan air laut segera membeku berbentuk seperti bantal. Lava bantal ini sering berdampingan dan menjari jemari dengan rijang seperti yang dapat dijumpai di Karangsambung, Jawa Tengah.
Radiolaria adalah binatang plankton yang hidup di lautan. Plankton adalah mahluk renik, bisa binatang, bisa juga tumbuhan, yang hidup di air. Radiolaria adalah plankton yang disebut immotile atau tidak bisa bergerak sendiri, mereka berpindah kesana-kemari tergantung arus air yang membawany
Dari Lantai Samudra Sampai ke Daratan
Radiolaria-2
Menurut teori tektonik lempeng, lempeng benua dan lempeng samudra adalah kulit-kulit Bumi yang tidak diam, melainkan bersifat mobile, saling bergerak relatif satu terhadap yang lain. Kecepatana rata-rata gerak lempeng itu adalah 10 cm per tahun. Sedangkan penggeraknya adalah aktivitas magma di perut Bumi. Lempeng samudra berperan layaknya ban berjalan (conveyor belt) yang membawa rijang di atasnya dan bergerak menuju benua. Di perjalanan,
biasanya ada penumpang baru: partikel yang membentuk lapisan batulumpur (mudstone).
Kehadiran batulumpur di atas lapisan rijang sebagai pertanda sesaat lagi mereka akan sampai di tepi benua. Di atas batulumpur biasanya hinggap lapisan batupasir yang bahan-bahannya berasal dari tepi benua. Sayangnya, pada pertemuan lempeng samudra dan lempeng benua yang sudah lama ditunggu ini sedikit terjadi kekacauan akibat hadirnya dua kelompok batuan, yaitu batuan dari lempeng samudra dan lempeng benua yang saling mendorong dan berebut untuk saling ‘bersalamsalaman’. Terjadilah campur-aduk berbagai macam batuan sehingga terbentuk batuan bancuh (mélange) yang membingungkan kita, batuan mana berasal dari mana dan dari zaman yang mana. Untunglah radiolaria membawa catatan yang bisa membantu merunut asal muasal batuan campur-aduk atau bancuh itu.
Batuan pembawa radiolaria seperti rijang, batuserpih dan batulumpur di dalam batuan bancuh bisa terpencar dan terpisah-pisah hingga belasan kilometer. Mula-mula peneliti radiolaria mengumpulkan contoh batuan yang berserakan itu. Dengan teknik ekstraksi di laboratorium fosil radiolaria pada batuan didata, dikenali dan diketahui umurnya.
Untuk mengamatinya, paling baik dilakukan dengan menggunakan alat pembesar citra, SEM (Scanning Electron Microscope). Bila sudah diketahui masingmasing ‘identitas’ batuan berdasar ciri radiolaria itu, peneliti kemudian merekonstruksi susunan awal berbagai batuan yang membentuk batuan bancuh itu sampai kepada penafsiran mekanisme tektonik dan asal-muasal para batuan yang menyusunnya. Pekerjaan ini mirip dengan menyusun keping-keping gambar pada permainan ‘Jigsaw Puzzle’.
b. Diatom
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjVBnf7csJzBOTLkPWP1ytPi4_NFOhHfCX6OIl-UPre2txrr6SfnwGRL9gBGkw7crOWMTB8ij7lgSXiDuM5bKej9g53OMX7wc4agiRcHCkgd34jusjxwVbDR7K1Tp1psOEpyUe2EKsiLfS2/s320/GP2131.jpg


     Diatoms (filum Heterokontophyta kelas Bacillariophyta) adalah mikroorganisme uniseluler fotosintetik alga dengan bentuk yang sangat bervariasi, hidup di perairan dan diketahui dapat hidup di berbagai kondisi yang berbeda, terdapat di perairan air tawar maupun perairan laut tetapi kedunya memiliki perbedaan yang jelas Diketahui sekitar setengah dari 12000 spesies diatom yang diketahui hidup di lautan. Sebagian besar adalah plangtonik, tapi beberapa menciptakan struktur seperti benang filement untuk perlekatan pada, batu, jaring, pelampung dan bagian permukaan lainya. Lapisan coklat kadang - kadang telihat kaca aquarium yang merupakan koloni dari diatoms adan biasanya terdiri dari ribuan sel.
     Beberapa spesies dari diatoms dapat bergerak lambat di permukaan dan yang lainnya tidak, cara bergerak diatom sangat unik bila dibandingkan dengan mikroorganisme lainnya, dari dalam menuju keluar kerangkanya diatom mensekresikan air yang memungkinkanya meluncur din atas batu ataupun pasir. semua jenis diatom adalah mikroorganisme fotosintetik yang memiliki pigmen kuning (carotenoid) dan hijau (klorofil a dan b) yang mampu menghasilkan produk fotosintetik yang sangat besar yaitu 20 – 25 % dari total produk fotosintetik yang dihasilkan di bumi. Oleh sebab itu diatom memerankan fungsi penting dalam rantai fofosintetik di bumi. Tetapi beberapa spesies dari diatoms tidak memiliki pigmen warna dan  hidup di permukaan melekat pada substrat seperti rumput laut dan batu sebagai heterotrop.
        Fructule membiarkan cahaya masuk membuat pigmen klorofil mampu menangkap energy cahaya untuk melakukan fotosintesis. Pori pori yang ada pada struktur tubuh diatoms  memungkinkanya untuk dapat melakukan pertukaran gas dan nutrisi masuk dan keluar dari tubuhnya.
Diatoms memiliki ukuran 10 – 20 micronmeter hingga beberapa millimeter. Diatom dikalasifikasikan kedalam 2 kelas yang di bedakan berdasakan struktur dan evolusinya , yaitu :
  1. Centrics yaitu diatom yang memiliki bentuk simetri radial :  Diatom tipe sirkular berbentuk bulat, tersusun simetris radial, dan merupakan tipe yang lebih primitive dibanding tipe pinnate,contohnya adalah Melosira sp, Thallassioria sp, Coscinodiscus,dll.
  2. Pennates adalah  diatom yang memiliki bentuk simetri lateral  memiliki bentuk memanjang simetris bilateral, tersusun atas raphe (ruas) dan sebagian memiliki raphe yang semu disebut pseudoraphe, contohnya, Pinnularia sp, Navicula sp, Grammatophora sp
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjEFJMrp-38uZyLKbg8AJipsmhS-VHF4NiOn_vKBpH_YPDnnuTMLC4RW8rijtgLahj0oi9UPDKShwplTXVf4xhyl39kqhY4M6e_35Z5vibNLzaLZ1aPDmFR1ZiMjmws8y5GqRCLq6oYCzhc/s320/diatom3.jpg
        Ada beberapa hal menarik dari diatom ini, yaitu dinding sel diatom sebagian besar tersusun dari silica (SiO2) berupa material seperti kaca. Cangkang kaca ini atau disebut dengan fructule tebuat dari dua buah cangkang atas dan bawah yang saling menyatu dengan yang lain, salah satu bagian terpasang pada bagian yang satunya. Biasanya berbentuk flat, bundar atau memanjang. Fructule memiliki hiasan khusus berupa pori pori dan ornament yaitu pola yang mendetail, pola yang bermacam – macam berguna untuk menidentifikasi berbagai jenis dari diatoms, selain itu pola pola yang ada pada cangkangnya membuat diatom terlihat sangat indah dibawah mikroskop.

       Diatom dapat di gambarkan seperti petridisk yang terdiri dari dua bagian, bagian atas di sebut dengan epiteca dan bagian bawah di sebut hipoteka  dan diantara kedua struktur tersebut terdapat celah yang sebut rafe.

        Habitat dari diatom adalah hampir di semua jenis perairan, mulai dari perairan laut dan air tawar, selain itu diatom dapat di temukan dalam semua jenis kondisi air, dari mulai yang tercemar hingga air yang paling bersih. Dalam suatu perairan diatom akan hidup dan terus memperbanyak diri, dengan keragaman jenisnya,  Jika kondisi lingkungan di perairan terserbut berubah spesies yang tidak tahan terhadapa perubahan lingkungan akan hilang, dan  akan muncul spesies baru yang akan mengisi lingkungan terserbut, dan kualitas air dapat dijadikan inidator terhadap keberagaman diatom di lingkungan tersebut. Kualitas air yang semakin baik maka keragaman spesies yang ada di lingkungan tersebut tinggi, dan sebaliknya dengan kualitas air yang tidak baik atau tercemar polutan maka keragaman diatom akan rendah, itu lah mengapa dalam beberapa tulisan diatom disebut sebagai indikator perairan bersih. Selain itu ada beberapa factor internal yang dapat mempengaruhi jumlah diatom di perairan Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat diatom yang dikandung pada sebuah perairan diantaranya faktor fisik seperti cahaya, temperatur, kekeruhan, dan lainnya. Sedangkan faktor kimia yang berpengaruh antara lain kadar oksigen, karbon dioksida, pH, dan adanya unsur hara.
 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiutqqRELCvBnJzhMndGv8ZYO-h8Rdbi9loVszdzEfGOrSSrE9JxDmXQfIFCuylJBL-JvFVfAiVI_wxqDhSDNAFMlirAADnEp8KyQswO19gUcanyZF6lQ75eBGv4ZD9GBB-X9UiwCFJ4j6v/s320/diatom_cycle.jpg
Gambar 1 : proses pembelahan diatom (reproduksi aseksual )
       Diatom bereproduksi dengan cara seksual dan aseksual tetapi Sebagian besar diatom bereproduksi dengan membelah diri, yaitu reprosuksi secara aseksual. Fructule melakukan pembelahan, kedua bagian epiteca dan hipoteca memisahkan diri, dan setiap bagian yang memisah akan mensekresikan begian baru dengan ukuran yang lebih kecil, bagian hipoteka yang sebelumnya merupakan bagian yang lebih kecil juga akan mensekresikan bagian sel baru  yang ukuranya akan lebih kecil dan bagian hipoteka tersebut menjadi sel induk. Setiap melakukan peroses pembelahan terus menerus diatom akan mencapai limit dimana ukuran dari fructule menjadi ukuran terkecil saat itulah maka diatom akan melakukan mekanisme merubah ukuran dari ukuran yang kecil menjadi ukuran normal. Mekanisme nya adalah diatom akan membentuk struktur yang di sebut auxospore, dengan spora ini bagian bagian sel baru akan di hasilkan dan akan mengubah ukuran menjadi ukuran normal spesies ini, mekanisme ini adalah mekanisme secara seksual.
 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg0ZfqEvSxuevYCLsHIqtNGmDi4s_pcUzJ8Tdz7D7Ha8Ew43FfpF2LPIqvDF4-O9vr6kIo4gZJc5CY3lrlLqWEUk1HCbLcVZROBXL5h_r6VfnVrcRxQ1Z5_JgtNmM0I8vLvmdO9rGpLFazg/s320/cycle_reproduction.jpg
Gambar 2 : proses reproduksi secara seksual (pembentukan auxospore)
Bagaimanakah diatom mempengaruhi sistem di bumi kita? Alga diatom dan organime fitoplangton lainya memiliki kemamuan khusun untuk mengubah energy cahaya dan nutrient yang ada di lautan menjadi makanan melalui proses fotosintesis. Seperti yang kita ketahui sebelumnya, cahaya matahari merupakan sumber energy yang paling penting dalam kehidupan, tidak hanya didaratan tetapi juga di lautan. oleh karena itu hanya organisme fotosintetik yang mampu menagkap energy cahaya dan menjadi produsen utama di piramida energy.  Semua organism yang ada di tingkatan tropic di atas prosdusen harus memakan organism lain untuk mendapatkan energy. Seperti tumbuhan, diatom dapat melakukan fotosintesis dengan memakai energy cahaya matahari dan memberikan sumbangan energy ke ekosistem yang menjadi makanan bagi organism lainya. Diatom sendiri merupakan makanan bagi palangton ukuran kecil.
Diatom adalah organisme mikroskopik penghasil makanan yang dapat mengubah karbon dioksida (CO2), nitrogen dan posfor menjadi oksigen terlarut dan bahan makanan untuk keberlangsungan dan kesinambungan ekosistem. Diatom ini memainkan peran yang sangat penting dalam konversi nutrient dalam air dan pengaturan dari keseluruhan ekosistem. diatom adalah mesin fotosintesis yang efisien, memproduksi bahan organik unutk makanan yang cukup untuk digunakan oleh dirinya sendiri maupun organisme lainya serta oksigen terlarut untuk di gunakan oleh semua bentuk kehidupan perairan. Organisme ini merupakan produsen primer perairan terbuka yang sangat penting, mulai dari hangat, perairan sedang, dan daerah kutub.
Faktanya milyaran sel diatom di lautan sebagai produser sejumlah besar organik dan oksigen di planet bumi.
Seperti mikroorganisme palngtonik lainnya pada saat kondisi dilingkungan mencapai kondisi optimum seperti tersedianya nutrient dan temperatur dan factor  - factor lainnya yang  mempengaruhi pertumbuhan diatom,  dimana diatom akan melakukan pertumbuhan secara cepat  dan perkembang biakan  terjadi melebihi batas normal seluruh permukaan lautan akan tertutup oleh populasi diatom maka fenomena ini  disebut blooming atau dalam bahasi Indonesia adalah  ledakan populasi.
         Ini adalah fenomena umum yang biasa terjadi pada alga lainya. Saat terjadi ledakan populasi, sebagian besar diatoms akan berukuran semakin kecil, karena diatom terus menerus melakuakn pembelahan. Dalam satu tetes air akan mengandung jutaan sel.
Pada saat diatom  mati, fructule yang berasal dari diatoms yang mati akhirnya akan mengendap di dasar laut. Maka akan terbentuk lapisan tebal dari material silica yang menutupi bagian besar dari dasar laut. Seperti sedimen yang diketahui sebagai diatomaceous ooze, fosil berukuran besar yang berasal dari sedimen diatom dapat di temukan di inlandia dan di beberapa tempat di dunia. Material silica atau diatomaceous earth dapat di tambang dan dapat di pergunakan seperti menjadi filter di kolam renang, untuk menyaring bir, peredam suara atau berfungsi sebagai ampelas halus

          Di beberapa daerah di California amerika serikat terdapat tambang diatomic earth atau endapan diatom yang menumpuk selama jutaan tahun yang kemudian di tambang dan di gunakan untuk berbagai keperluan.
  
 https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgTdVAl_aeRatRgCnogUIIhvzXFnbPdqz1I7ghWDcmKPpY60EXzVAnZyXGIQ5ZO5-AtdZ6aDtZ4N_W2QbVianwrpURiwPrDlKZw_iN4z-TmKvpBrbjWn82Lw1GceGfg0eyWJ8J6vtf6uUND/s320/IMG01064sm.jpg
Gambar 3 : tambang fosil diatom di california



c. Silicoflagelata & Ebridians


4. Organic-walled mikrofosil: Yaitu Mikrofosil yang komposisi dinding cangkangnya berasal dari bahan organic.

a. Dinoflagelata
Contoh dari dinoflagellata antara lain Noctiluca miliaris dan Gymnodinium breve. Gymnodinium breve memiliki bentuk mirip seperti kunci gembok. Gambar 4.2 Euglena viridis (Sumber: Nahle, 2007)
Tubuhnya organisme ini dikelilingi oleh selulosa. Noctiluca miliaris kebanyakan hidup di air laut. Noctiluca miliaris dapat memancarkan sinar (bioluminense) apabila tubuhnya terkena rangsangan mekanik (Irfani, 2011).
Karakteristik dari dinoflagelata, hanya sekitar setengah dari spesies dinoflagelata yang mengandung pigmen yang dapat berfotosintesis, sementara yang lain adalah hetertotrop. Hanya dinoflagelata yang mampu untuk fotosintesis yang dibahas disini. Adanya dua pola pigmentasi adalah hal yang umum terjadi pada dinoflagelata. Banyak dinoflagelata yang mcmiliki klorofil A dan C2 dan peridinin, sementara yang lain memiliki klorofil A, Ci dan C2 dan fucoxanthin. Keberadaan pigmen yang ada pada sedikit dinoflagelated yang lain akan dibicarakan kemudian. Karbohidrat disimpan scbagai zat tepung, tetapi keberadaan lemak mungkin lebih penting sebagai cadangan. Sel dari dinofelgelatri tidak dilingkupi olch dinding tetapi memiliki sebuah theca sebagai pokok membran sel, yang mana terdiri dari piling yang tenuri dari selulosa. Nukleus dan koroplast memiliki sifat yang tidak biasa.
Kebanyakan dinoflagelata adalah sel biflagelata solitary. Dua tipe dasar teteh dapat dibedakan. Desmokontt memilild dua anterior flagelata ; satu flagellum mungkin melingkari diatas permukaan sel Dinokont memiliki segala insert yang lateral; satu flagelum adalah seperti pita dan melingkari sel pada sebuah lekukan dan flagellum yang lain berkembang terbaik. Tipe sel dinikont dibagi oleh lekukan ekuatorial atau korset kedalam epiconc dan hypocone. Flagellum posterior berkembang sampai ke tempat penurunan yang disebut sulcus. Nama dinoflagelata berasal dari gerakan berputar dari sel swimming. Meskipun kcbunyakan dinoflagelata adalah flagelata uniselular, koloni dari sel flagelata, sel non-flagelata, pengumpulan palmelloid, dan filamen adalah diketahui. Sel vegetatif non flagelata menunjukkan reproduktif membentuk dinokont.

b. Chitinozoa

c. Spora & Polen
Spora dan pollen memiliki lingkungan pengendapan yang berbeda dengan mikrofosil yang lain. Misalnya saja, foraminifera bentonik atau planktonik biasa terendapkan di lingkungan shelf, batial, abisal dan transisi (jumlahnya relatif sedikit). Yang paling dominan menjadi penciri lingkungan pengendapan terutama adalah foraminifera bentonik karena hidupnya yang menambat di bawah permukaan air, sedangkan foraminifera planktonik hidupnya mengambang atau melayang di perairan sehingga sulit untuk menjadi penciri lingkungan pengendapan, lebih cocok menjadi penentu umur kapan sedimen diendapkan. Sedangkan hubungan antara perbandingan jumlah foraminifera planktonik dan bentonik adalah, semakin besar nilai perbandingan foraminifera planktonik berbanding bentonik maka lingkungan pengendapannya akan semakin dalam (marine yang lebih dalam). Jumlah kehidupan foraminifera di laut atau marine sangat dipengaruhi oleh intensitas sinar matahari yang masuk, okesigen maupun kandungan nutrisi di laut.
Selanjutnya nannoplankton biasanya terendapkan di lingkungan marine dimana dia hidup tidak menambat dengan ukurannya yang sangat kecil. Radiolaria biasa terendapkan di lingkungan batial hingga abisal dan hidup menambatkan diri di bawah permukaan air. Kemudian diatomea yang berasal dari tanaman diatomea banyak terendapkan di lingkungan transisi hingga marine. Spora dan pollen sendiri merupakan mikrofosil penciri lingkungan darat hingga transisi. Fosil spora dan pollen, yang pada umumnya terendapkan pada sedimen berbutir halus.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgmpVHiogH5WOVd4s6m5FnZrJCG3U2nP8m-9W0uVG_fUTp0s4gKsPv6fR8XuCe8ZDApZ8tFXCB00j58DToZru_Dwo1sTSqVN1xY2Oq67rARsEio_FcaPlXJPELMG-Uq1nTK-oKoiFKNev8Q/s1600/R-fern-composite-2.jpg

Tidak ada komentar:

Posting Komentar